Baiklah, kita mulai saja bahasan kita kali ini, tentang, “BAHAYA MENUNDA-NUNDA SHOLAT”. Apa lagi yang menunda-nunda sholat itu seorang imam, pengurus, muballigh, amit-amit jangan sampai deh! Bukan berarti, kalau ru’yah boleh-boleh saja jika ingin menunda-nunda sholat. Untuk itu, agar mendapatkan pemahaman yang benar maka sebaiknya ada sesuatu yang mendasari bahasan materi terakhir dalam buku ini, baiklah akan saya buat sebuah pertanyaan yang medasar, “Apakah tujuan Alloh Ta’alaa menciptakan manusia di dunia ini? Jawabnya adalah, “Tujuan Alloh Ta’alaa menciptakan manusia di dunia ini untuk beribadah / mengabdi kepada Alloh Ta’alaa”.
Adapun tujuan yang lain hanya untuk menunjang kelancaran ibadah. Betul-kah jawaban tersebut? Baiklah, kita perhatikan bersama firman Alloh Ta’alaa, berikut ini: Yang artinya: “Dan Aku (Alloh) tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku”. (QS. Adz-Dzaariyaat, No. Surat: 51, Ayat: 56).
Sholat itu tiang agama, maka sholatlah sebelum Anda disholatkan! Itulah tujuan Alloh Ta’alaa menciptakan jin dan manusia di dunia ini. Memang, cuma satu suku kata, yaitu “ibadah”. Ringan diucapkan, tapi mengandung makna yang begitu dalam dan luas. Ternyata, yang namanya ibadah itu tidak boleh dikerjakan dengan sembarangan, asal-asalan, ikut-ikutan atau dengan semaunya sendiri, suka-suka hati dengan mengikuti hawa nafsu. Tapi, ada petunjuk cara mengerjakannya. Maka, beruntung-lah bagi orang yang diberi petunjuk oleh Alloh Ta’alaa beragama Islam, menjadi orang yang beriman sehingga dapat mengerjakan ibadah dengan benar sesuai dengan petunjuk Alloh dan Rosul-Nya yang tercantum di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Ibadah yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits-lah yang akan diterima di sisi-Nya kelak. Sebagaimana pernyataan Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam yang telah diriwayatkan oleh Imam Malik dalam kitab hadits Muwatho’, yang artinya: “Aku telah meninggalkan dua buah pusaka di tengah-tengah kalangan kamu sekalian, selama kamu sekalian berpegang teguh pada keduanya maka kamu sekalian tidak akan tersesat, yaitu kitabulloh (Al-Qur’an) dan Sunnah Nabi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam (Al-Hadits)”.
Masih ada lagi, orang yang ibadahnya sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits, ia terbilang orang yang ta’at kepada Alloh dan Rosul-Nya. Oleh karena itu ia mendapat jaminan dari Alloh Ta’alaa masuk surga. Sebagaimana firman Alloh Ta’alaa yang tercantum di dalam Al-Qur’an, Surat An-Nisak, No. Surat: 4, Ayat: 13, yang artinya: “(Hukum-hukum) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Alloh. Barangsiapa yang ta’at kepada Alloh dan Rosul-Nya, niscaya Alloh memasukkannya kedalam surga yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah keuntungan yang besar”. Ini, merupakan sebuah khabar gembira bagi orang-orang yang beriman. Ada yang perlu kita pahami bersama, bila kita berbicara tentang ibadah. Terkadang orang yang sudah mengaku dirinya beriman suka lengah terhadap hal-hal yang kelihatannya bersifat remeh, yaitu suka menunda-nunda. Terutama sering menunda-nunda waktu sholat.
Apakah orang yang tidak menjaga waktu sholatnya akan mendapatkan jaminan surga? Akan mendapatkan keuntungan yang besar sebagaimana yang dimaksud ayat di atas? Jawabnya, “Tidak, tidak mendapatkan jaminan masuk surga, dan tidak mendapatkan keuntungan yang besar, bahkan diancam mendapatkan kerusakan dan masuk neraka! Capek deh. Karena, orang semacam ini terbilang tidak ta’at alias durhaka kepada Alloh dan Rosul-Nya. Sebab ia tidak mengindahkan peraturan, ketentuan hukum Alloh dan Rosul. Sebagaimana dapat kita lihat dalam firman Alloh Ta’alaa yang tercantum di dalam Al-Qur’an, Surat An-Nisaa’, No. Surat: 4, Ayat: 14, yang artinya: “Dan barangsiapa yang mendurhakai Alloh dan Rosul-Nya dan melanggar pada ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Alloh memasukkannya ke dalam api neraka, sedang ia kekal di dalamnya; dan ia memperoleh siksa yang menghinakan”.
Setelah kita tahu sangsi-sangsi apa yang bakal diterima bagi orang yang tidak mengindahkan peraturan dan ketentuan Alloh dan Rosul-Nya, apa yang muncul di pikiran kita terhadap diri kita sendiri, suami dan anak serta orang-orang Islam pada umumnya yang hanya sekedar bangga masuk Islam, sekedar beribadah, sekedar sholat tapi tidak menjaga waktunya? Masih-kah kita mau mengulanginya? Masih-kah kita cuwek kepada mereka? Tidakkah kita takut terpisah dengan mereka (orang-orang yang kita cintai) pada sa’at pertemuan yang begitu indah dan bahagia di dalam surga? Seharusnya kita dapat kembali berkumpul dengan mereka pada moment terindah yang sejak sekian lamanya kita nanti-natikan. Eh, tiba gilirannya malah terpisah. Bukankah hal ini sangat menyedihkan. Perhatikan firman Alloh Ta’alaa dalam Al-Qur'an, Surat Al-Hajj, No. Surat: 22, Ayat: 17, yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Shoobi-iin, orang-orang Nasroni, orang-orang Majusi dan orang-orang musyrik, Alloh akan memisahkan di antara mereka pada hari kiamat.
Sesungguhnya Alloh menyaksikan segala sesuatu”. Di dunia ini saja, bila kita terpisah dari mereka sungguh sangat sedih, sedih sekali. Banyak biaya, tenaga, pikiran yang terbuang terasa tidak mengapa asalkan bisa kembali bertemu dan berkumpul lagi dengan orang-orang yang paling kita cintai. Oleh karena itu, mari segera kita coba ingatkan mereka yang lalai terhadap kewajibannya beribadah kepada Alloh Ta’alaa, jangan lagi ditunda-tunda. Ingat mati itu datangnya sewaktu-waktu. Kita tidak tahu, siapa yang akan mati duluan dan sipa yang akan mati menyusul. Ibarat antri di kegelapan malam, tidak ada yang tahu siapa di depan kita dan siapa di belakang kita. Yang penting jangan mati belakangan, sebab tidak ada yang akan memadikan, mengafani, menyolati dan menguburkan, sedangkan burung gagak sudah tidak ada lagi, berarti mati dalam keadaan kafir. Na’uudzu billaahi mindzaalik. Coba, camkan semua ungkapan di atas tadi! Terutama camkan firman Alloh Ta’alaa, berikut ini: Yang artinya: “Sesungguhnya menunda-nunda itu hanya akan menambah kekufuran”.
Dari lima rukun Islam, hanya sholat yang tidak kenal ampun, maksudnya tidak ada alasan untuk tidak mau mengerjakannya. Karena, sholat adalah tiang agama Islam. Maka, orang Islam yang tidak mau mengerjakan sholat berarti dia telah merobohkan tiang agamanya. Kalau pun jika dia mau sholat, harus pada rentang waktunya, tidak boleh suka-suka hati. Mengerjakan sholat, tidak kenal istilah tidak mampu, maksudnya tidak ada pengecualian. Misal, bagi yang sakit super berat, sholatnya harus dijalankan terus tidak boleh berhenti. Boleh dikerjakan sambil duduk atau dengan berbaring, bahkan boleh dengan menggunakan isyarat mengedipkan mata bila anggota badan yang lain tidak bisa digerakkan. Bagi anak-anak yang masih berumur di bawah 7 tahun, tidak dianjurkan untuk mengerjakan sholat. Ketika anak sudah berumur 7 tahun barulah ia diperintahkan untuk mengerjakan sholat. Jika anak sudah berumur 10 tahun dia tetap saja tidak mau mengerjakan sholat, maka jitak-lah dia dengan maksud untuk mendidik, tidak sampai melukainya, bukan ditempeleng sampai semaput, pingsan. Apa pantes, sudah bapak-bapak, ibu-ibu, bujang-gadis berstatus muballigh dijitak kepalanya hanya gara-gara tidak mau sholat. Di samping pasti mereka membalas menjitak, rasanya nggak dewasa banget, sholat saja mesti disuruh-suruh! Biar, masing-masing kita mempunyai kesadaran sendiri akan wajib dan pentingnya sholat lima waktu bagi kita. Maka, baik sekali jika masing-masing diri kita memahami bahwa sesuatu yang pertama kali dihukumi fardhu oleh Alloh Ta’alaa atas hamba-Nya adalah sholat lima waktu. Sholat lima waktu adalah sesuatu yang pertama kali diangkat ke hadapan Alloh Ta’alaa dari amal-amal kita.
Dan sholat lima waktu adalah sesuatu yang pertama kali akan dipertanyakan, dan jika ternyata sholat lima waktu ada kekurangannya, barulah kekurangan dalam sholat lima waktu tersebut ditutupi dengan sholat sunnah. Celakanya, sudah sholat lima waktunya belang-bontang alias bolong-bolong, eh seumur-umur tidak pernah mengerjakan sholat sunnah, lantas sholat lima waktu yang bolong-bolong tersebut mau ditutupi pakai apa? Dengan daun nangka, daun cemara? Apakah jika sudah mau mengerjakan sholat lantas semuanya sudah oke? Ternyata belum, jika mengerjakannya tidak tepat pada waktunya. Tetap masih diancam dengan firman Alloh Ta’alaa, yang tercantum di dalam Al-Qur’an, Surat Al-Maa’uun, No. Surat: 107, Ayat: 4-5, yang artinya: “Maka celaka-lah bagi orang-orang yang sholat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari sholatnya”. Jadi jelas, bahwa sholat tidak hanya wajib dikerjakan, tetapi juga wajib dijaga waktu-waktunya. Sudah mengerjakan sholat, tapi waktunya sudah lewat, itulah buah dari suka menunda-nunda, akhirnya menjadi sebuah kebiasaan, apa pun biasanya jadi lelet, terlambat, tidak tertib dan tidak disiplin waktu. Maka, jangan harap Alloh Ta’alaa akan berpihak pada orang yang suka meremehkan waktu.
Dalam terminologi Time Management alias Manajemen Waktu, disebut Procrastination. Kita, sebagai orang yang sudah dewasa, sudah masuk kategori “balligh” (kalau laki-laki sudah bermimpi atau sudah tumbuh bulu kemaluan, dan kalau wanita sudah mengalami haid/menstruasi), dan sudah bisa dikenai hukum hendaknya memahami tingkat kepentingan, tingkat kemendesakan. Tingkat kepentingan dapat diukur dari sebesar apa pengaruhnya terhadap kehidupan kita. Maka, semakin besar pengaruhnya, berarti semakin penting bagi kita, dan sebaliknya semakin kecil pengaruhnya, semaikn tidak penting buat kita. Tingkat kemendesakan dapat diukur dari seberapa lama rentang batas waktu yang telah ditetapkan untuk kita kerjakan. Semakin lama rentang waktunya, berarti semaikn tidak mendesak. Sebaliknya, kalau rentang waktunya pendek alias mepet, berarti semakin mendesak untuk kita kerjakan. Sholat 5 Waktu, jelas pekerjaan yang penting bagi kita, karena pengaruhnya terhadap kehidupan, baik di dunia maupun di akherat sangat luar biasa bahayanya. Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaihi Wasallam, bersabda: Yang artinya; “Janji antara aku dan umatku adalah sholat. Barangsiapa yang tidak sholat, maka tidak ada ikatan janji apa-apa antara aku dan orang itu”.
Jadi, peringatan buat orang-orang yang mengaku dirinya sebagai muslim, mukmin, umat Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaihi Wasallam, utamanya adalah muballigh yang rajin bersholawat tapi tidak mau mengerjakan sholat atau sudah mau mengerjakan sholat tapi lewat waktunya, kelak pada hari kiamat jangan menagih janji “minta syafa’at” kepada Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaihi Wasallam. Sebab, hakikinya orang semacam itu adalah orang kafir, yang mendasarinya adalah sabda Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam dalam Hadits Tirmidzi Juz 5 hal 13, yang artinya: “(Bedanya) antara hamba dan kafir adalah meninggalkan sholat”.
Dalam arti luas bahwa ummat Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaihi Wasallam itu senantiasa mengerjakan sholat lima waktu tepat pada waktunya atau dalam waktunya, sedangkan orang kafir tidak mengerjakan sholat lima waktu. Dasarnya adalah sabda Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam dalam Hadits Nasa’i Juz 1 hal 231-232, yang artinya: “Maka barangsiapa yang meninggalkan sholat sungguh ia telah kafir”. Al-Kisah, pada suatu sa’at Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaihi Wasallam akan mensholati sesosok mayat, tiba-tiba di dalam kain kafannya ada sesuatu yang bergerak-gerak, setelah dilihat ternyata seekor ular yang sedang menghisab darah dan memakan daging mayat tersebut. Melihat ular itu, Abu Bakar hendak memukulnya, tapi ular tersebut berbicara dengan bahasa yang fasih, “Hai Abu Bakar, mengapa engkau akan membunuh aku! Apa salahku? Aku melakukan semua tindakan ini hanya melaksanakan titah, perintah Alloh Ta’alaa, aku tidak berdosa”, kata ular. Lantas Abu Bakar bertanya, “Lalu, apa salah dia?” Ular menjawab, “Kesalahannya ada 3, yaitu: 1). Tidak mengerjakan sholat, 2). Tidak menunaikan zakat, 3). Tidak mau mendengarkan nasehat ulama’. Waduh, berat sekali resikonya bila kita sampai berani tidak mengerjakan sholat, bahkan kata Alloh Ta’alaa, orang yang seperti itu seperti hewan ternak. Mengapa orang seperti ini bisa disebut seperti hewan ternak “kambing!” Kok kayak kambing sih? Sepertinya hina sekali.
Coba kita pehatikan hewan yang namanya kambing, bila ada suara adzan sholat dikumandangkan? Apakah kambing tersebut mendengarnya? Jawabnya, “Pasti mendengar, doong! Tapi, yang jadi pertanyaan adalah apakah kambing tersebut mendatangi panggilan sholat itu, apa tidak? Jawabnya, “Tidak”. Itulah maka Alloh Ta’alaa berfirman dalam Al-Qur’an, Surat Al-A’roof, No. Surat: 7, Ayat: 179, yang artinya: “Dan sesungguhnya Kami penuhi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, sebab mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Alloh) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Alloh), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Alloh). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai (terhadap kewajibannya)”. Alloh Ta’alaa berfirman dalam Al-Qur’an, Surat An-Nisaa’, No. Surat: 4, Ayat: 103, yang artinya: “Maka apabila kamu telah menyelesaikan sholat(mu), ingatlah Alloh di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah sholat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya sholat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”. Menurut ayat di atas, bahwa yang namanya orang iman, pasti sholatnya tepat waktu, baik yang waktu awal ataupun yang akhir tapi tidak sampai melewati batas waktunya. Sholat bisa dilaksanakan begitu sudah memasuki waktunya sholat, yaitu setelah adzan dan qomat dikumandangkan, atau dilaksanakan ketika sudah mendekati akhir waktunya sholat, menjelang adzan untuk sholat fardhu berikutnya.
Sedangkan orang yang mengaku dirinya orang iman tapi sholatnya sering ia kerjakan dengan bermalas-malasan, ogah-ogahan apalagi sampai dengan melewati waktunya, maka dia sudah tidak bisa dibilang lagi sebagai orang iman, tapi orang munafik. Alloh Ta’alaa berfirman dalam Al-Qur’an, Surat An-Nisaa’, No. Surat: 4, Ayat: 142, yang artinya “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Alloh, dan Alloh akan membalas tipuan mereka [Alloh membiarkan mereka dalam pengakuan beriman, sebab itu-lah mereka dilayani sebagaimana melayani para mukmin yang paham. Oleh karena itu Alloh telah menyediakan neraka buat mereka sebagai pembalasan tipuan mereka itu]. Dan apabila mereka berdiri untuk sholat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’ [yaitu melakukan sesuatu amal tidak untuk mencari keridhoan Alloh tetapi untuk mencari pujian atau popularitas di masyarakat] (dengan cara sholat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Alloh kecuali sedikit sekali [artinya mereka mengerjakan sholat hanya sesekali saja, yaitu bila mereka sedang berada di hadapan orang”. Alloh Ta’alaa berfirman dalam Al-Qur’an, Surat An-Nisaa’, No. Surat: 4, Ayat: 145, yang artinya:“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) di neraka pada tingkatan yang paling bawah. dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka”.
Sekali lagi, coba tanyakan pada diri sendiri, “Apakah di surga nanti, ingin berpisah dengan orang-orang yang paling dicintai?” Jangan dijawab! Tapi, renungkanlah, lalu berubahlah menjadi hamba Alloh Ta’alaa yang paham, yang mencintai istri dan putra-putri dengan cara lakukan komunikasi yang baik luncurkan rayuan maut kepada mereka sehingga dapat mempengaruhi mereka menjadi hamba Alloh Ta’alaa yang tekun beribadah, utamanya adalah sholat sampai dengan tidak berani lagi menunda-nunda ataupun meninggalkan sholatnya. Dan jangan lupa, manfa’atkan sebagai seorang muballigh untuk mendo’akan mereka, mengingat bahwa do’a seorang muballigh adalah maqbul. Terlebih jika berdo’a pada waktu 1/3 malam akhir.
Demikianlah konsep Islam dalam membentuk ummat yang berkepribadian ‘alim dan berakhlaqul karimah, yang kelak insya Alloh Ta’alaa akan mewujudkan putra-putri sebagai generasi yang kamil “sempurna”, manusia yang ideal, manusia yang seutuhnya. Sebagaimana Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wasallam menyatakan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Hakim,yang artinya: “Maukah kamu aku beri tahu tentang orang yang paling baik di antara kamu sekalian? Orang yang paling baik, ialah orang yang panjang umurnya, dan baik amal perbuatannya”.
Amalan seperti apa yang paling disenangi Alloh Ta’alaa? Sudah pasti jawabannya adalah amal perbuatan berupa sholat pada waktunya. Baik, kita perhatikan dasar hukumnya dalam Hadits Bukhori, Kitab Adab, Juz 8 Hal 2, yang artinya; “Abdillah berkata: “Aku bertanya kepada Nabi Shollallohu Alaihi Wasallam: “Amalan apakah yang paling disenangi Alloh? Nabi bersabda: “Sholat atas waktunya”.
Jadi, sholat itu bisa dikerjakan secara tepat waktu “ON TIME” dan selama dalam waktu sholat “IN TIME”. Adapun yang paling afdhol adalah sholat yang dikerjakan tepat pada waktunya “ON TIME”. Seiring dengan status kita sebagai muballigh. Mau ya, berbuat yang terbaik untuk diri sendiri? Selebihnya untuk istri dan anak-anak sebagai teladan dalam rumah tangga. Mau ya, berjanji dalam hati untuk tidak mengulangi kesalahan, dan merasa bersalah bila sampai berani menunda-nunda waktu sholat, apalagi meninggalkannya? Kholifah Utsman bin Affan berkata dalam Hadits Shohih Bukhori, Juz 1, hal: 178, yang berbunya: Yang artinya: “Sholat adalah sesuatu yang terbaik yang dikerjakan oleh manusia, ketika manusia berbuat baik maka berbuatlah baik bersama mereka”.
Jadilah muballigh sebagai tokoh protagonis, tokoh yang dikagumi, yang mengejawantahkan norma-norma, baik norma agama maupun norma susila, nilai-nilai yang luhur, budi pekerti yang mulia, akhlaqul karimah, cakap budi bahasa, santun tutur kata, manis prilaku, cerdas dan sabar!
0 komentar:
Posting Komentar